Perspektif Pajak Sebagai Sarana
Pendukung Pembangunan
Ketika mendengar kata pajak,
biasanya setiap orang dewasa akan cenderung posesif dan menghindar seakan pajak
merupakan momok bagi semua orang. Tapi tahukah Anda bahwa kelancaran dan
keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung dari pajak? Pajak
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Pajak merupakan suatu kewajiban sekaligus bentuk pengabdian dan peran
aktif warga negara dalam rangka ikut melaksanakan pembangunan nasional.
Percayakah Anda bahwa ternyata
sejarah pajak sudah dimulai sejak zaman Fir’aun? dan bahkan sebenarnya masalah
perpajakan sudah ada sejak lama dalam sejarah hidup umat manusia. Nah, konon
kabarnya pajak tercipta disebabkan karena adanya kebutuhan manusia untuk hidup
berkelompok karena ketergantungan satu sama lain. Cara hidup berkelompok atau
berorganisasi seperti ini yang kemudian menciptakan negara. Dengan terbentuknya
negara maka kemudian dibutuhkan adanya resources untuk membiayai
pengeluaran bersama, sehingga diperlukan suatu cara untuk memobilisasi sumber
daya yang salah satu caranya dari pajak.
Pajak secara umum merupakan iuran
wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat dalam hal ini wajib pajak
untuk memenuhi pengeluaran rutin negara dan pembiayaan pembangunan tanpa
memperoleh balas jasa secara langsung. Pengertian pajak menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD) Pasal 1, adalah:
“Kontribusi wajib kepada negara
(daerah) yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan lansung dan
digunakan untuk keperluan negara (daerah) bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Disamping itu ada juga pungutan lain
dengan tujuan sama yaitu yang disebut dengan retribusi. Namun demikian
retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Contoh : Retribusi Parkir, Retribusi Galian Pasir dan
lain-lain.
Dari beberapa pengertian yang kita
pahami ternyata dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat lima unsur pokok dalam
defenisi pajak, yaitu iuran/pungutan, dipungut harus berdasarkan Undang-Undang,
dapat dipaksakan, tidak menerima kontra prestasi secara langsung dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
Perlu anda ketahui bahwa pajak
ternyata memiliki beberapa fungsi yang tidak hanya sebagai sumber penerimaan
negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan tetapi dapat
pula berfungsi lain seperti:
- Fungsi Alokasi dimana pajak berfungsi sebagai
sumber penerimaan keuangan negara yang kemudian digunakan untuk
dialokasikan bagi pengeluaran rutin.
- Fungsi regulasi adalah fungsi pajak yang digunakan
sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Kalau melihat dari pihak yang
menanggung beban pada dasarnya pajak dapat dikenakan secara langsung maupun
tidak langsung. dengan pengertian sebagai berikut. Pajak Langsung merupakan
pajak yang dibebankan kepada wajib pajak setelah diterbitkannya Surat
Pemberitahuan Pajak (SPT) yang dikenakan secara periodik dalam jangka waktu
tertentu. Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan
(PBB), pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.
Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak
hanya pada saat tertentu saja atau ketika terjadi suatu peristiwa kena pajak,
seperti misalnya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan
bermotor (BBNKB), dan lain-lain.
Ditinjau dari siapa pemungut
pajaknya, maka pajak dapat dibedakan menjadi pajak negara atau pajak pusat dan
pajak daerah. Disebut dengan pajak pusat, bila pajak yang dipungut dilakukan
oleh pemerintah pusat. Contoh pajak pusat adalah PPh, PPN, PPn dan Bea Materai.
Sedangkan pajak daerah, adalah apabila pemungutan pajak dilakukan oleh
pemerintah daerah. Contoh pajak daerah adalah Pajak tontonan, pajak
reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PBB, Iuran kebersihan, Retribusi
terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir dan lain-lain.
Disamping itu kalau kita melihat
jenis pajak menurut sifat-sifatnya maka kita juga dapat membedakan pajak
menjadi berjenis subjektif dan objektif. Pajak dikatakan berjenis subjektif,
bila pajak yang dikenakan memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal
ini penentuan besarnya pajak harus memiliki alasan objektif yang berhubungan
dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPh.
Sedangkan pajak berjenis objektif, apabila pajak yang dikenakan didasarkan pada
objek yang dimilikinya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPN, PBB, PPn-BM.
Bagian-bagian pajak yang perlu anda
ketahui sebelum mengenal pajak lebih jauh adalah:
- Subjek Pajak atau Wajib Pajak, adalah orang atau badan
usaha yang menurut undang-undang wajib membayar pajak kepada negara. Dalam
hal ini setiap wajib pajak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Objek Pajak, adalah segala sesuatu yang menurut
Undang-Undang dijadikan dasar atau sasaran pemungutan pajak. Contoh objek
pajak adalah kendaraan, tanah dan atau bangunan.
- Tarif Pajak, adalah dasar pengenaan pajak terhadap
objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak pada umumnya berupa
persentase (%).
Jenis tarif pajak yang kita kenal
sendiri pada umumnya dibedakan menjadi tarif proporsional, progresif dan
regresif. Tarif Proporsional merupakan tarif pajak yang memiliki persentase
tetap/sama untuk setiap jenis objek pajak. Contoh pajak yang menggunakan tarif
proporsional adalah PPN. Kemudian tarif progresif adalah tarif pajak yang
persentasenya semakin besar jika objek pajak bertambah. Contoh pajak yang
menggunakan tarif progresif adalah PPh. Sedangkan terakhir tarif regresif
merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin rendah jika
objek pajak bertambah.
Pajak Properti
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
properti? Secara umum properti dapat didefinisikan dengan segala sesuatu benda
yang dapat kita miliki. Properti sendiri dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis yaitu real property, personal property, businesses property
dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI)
properti didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan,
hak dan keuntungan dari suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka
kita dapat membedakan antara penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang
dalam hal ini disebut dengan real estat serta kepemilikan secara hukum atau
penguasaan yuridis yang disebut real property.
Bagi anda yang berkecimpung di dunia
bisnis pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula dalam
setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung
kewajiban pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli
maupun penjual properti.
Mengapa penguasaan fisik dan
penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau bangunan perlu dipajaki? Hal ini
tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian sumber
penerimaan negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan
dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk mengatur
perkembangan pasar propeti.
Seperti kegiatan membeli properti
baik yang dilakukan secara perorangan maupun melalui developer atau pengembang
properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu adanya aspek pajak-pajak
yang akan dikenakan pemerintah kepada Anda. Meskipun demikian biasanya pajak
properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui
developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai,
luas dan lokasi properti yang akan ditransaksikan.
Di bawah ini adalah merupakan
jenis-jenis pajak properti yang dibebankan baik kepada pembeli maupun penjual
properti yang akan dibahas dalam buku ini meliputi antara lain:
- PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
PBB merupakan pajak kebendaan yang
melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua
wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak
yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian
seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam
perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang
PDRD maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan
oleh pemerintah daerah.
- BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Bea ini dikenakan terhadap semua
transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer
atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat
namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi
tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD
maka mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh
pemerintah daerah.
- PPh (Pajak Penghasilan).
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan
kepada penjual perorangan atau badan.
- PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Pajak ini hanya dikenakan satu kali
pada saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Jika
membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya
dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran
dilakukan sendiri setelah transaksi. Disamping itu pajak ini juga dikenakan
terhadap pembangunan rumah yang dilakukan secara sendiri oleh orang pribadi
atau badan.
- PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)
PPnBM hanya dikenakan untuk properti
yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang
mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.
Apabila properti tersebut
ditransaksikan maka pajak nomor 2-3 akan berjalan. Untuk itu anda perlu
memahami skema berikut sebelum melihat detail jenis-jenis pajak tersebut lebih
mendalam. Pembahasan mengenai ke 5 jenis pajak properti tersebut secara lebih
mendetail akan anda temui pada bab-bab setelah ini.
Skema alur pajak transaksi properti
di atas menjelaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan tanah, maka bagi
pemilik tanah akan membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan (Pasal 4 ayat (2)) sebesar 2,5% dan pembeli baik
perorangan atau developer akan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) sebesar 5% pula. Apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah
tersebut menjadi:
- Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka
konsumen A akan membayar BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar 10%,
- Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan
menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%,
PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
- Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C
akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%(bila
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).
Apabila kemudian konsumen A
membangun bangunan dan masuk kriteria yang dipersyaratkan di atas kavling yang
telah dibelinya dari developer tersebut secara sendiri maka wajib membayar PPN
Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 4%. Apabila kemudian konsumen B menyewakan
apartemen/town house yang telah dibelinya dari developer ke konsumen D, maka
konsumen B wajib membayar PPh final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. Sedangkan
bila B kemudian tidak menyewakannya tapi menjualknya ke konsumen E maka
konsumen E akan membayar BPHTB sebesar 5% dan konsumen B akan membayar PPh
sebesar 2,5%.
Namun demikian apabila kemudian
pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi perumahan dan masuk pada
kriteria tertentu yang dipersyaratkan, serta kemudian menjualnya pada konsumen
C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM
20%.
Baca Juga
Perspektif Pajak Sebagai Sarana
Pendukung Pembangunan
Ketika mendengar kata pajak,
biasanya setiap orang dewasa akan cenderung posesif dan menghindar seakan pajak
merupakan momok bagi semua orang. Tapi tahukah Anda bahwa kelancaran dan
keberhasilan pembangunan suatu negara sangat tergantung dari pajak? Pajak
merupakan salah satu bentuk tanggung jawab bersama antara pemerintah dan
masyarakat. Pajak merupakan suatu kewajiban sekaligus bentuk pengabdian dan peran
aktif warga negara dalam rangka ikut melaksanakan pembangunan nasional.
Percayakah Anda bahwa ternyata
sejarah pajak sudah dimulai sejak zaman Fir’aun? dan bahkan sebenarnya masalah
perpajakan sudah ada sejak lama dalam sejarah hidup umat manusia. Nah, konon
kabarnya pajak tercipta disebabkan karena adanya kebutuhan manusia untuk hidup
berkelompok karena ketergantungan satu sama lain. Cara hidup berkelompok atau
berorganisasi seperti ini yang kemudian menciptakan negara. Dengan terbentuknya
negara maka kemudian dibutuhkan adanya resources untuk membiayai
pengeluaran bersama, sehingga diperlukan suatu cara untuk memobilisasi sumber
daya yang salah satu caranya dari pajak.
Pajak secara umum merupakan iuran
wajib yang dipungut oleh pemerintah dari masyarakat dalam hal ini wajib pajak
untuk memenuhi pengeluaran rutin negara dan pembiayaan pembangunan tanpa
memperoleh balas jasa secara langsung. Pengertian pajak menurut
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
(PDRD) Pasal 1, adalah:
“Kontribusi wajib kepada negara
(daerah) yang terutang oleh orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa
berdasarkan Undang-Undang dengan tidak mendapatkan imbalan lansung dan
digunakan untuk keperluan negara (daerah) bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat”.
Disamping itu ada juga pungutan lain
dengan tujuan sama yaitu yang disebut dengan retribusi. Namun demikian
retribusi merupakan pungutan daerah sebagai pembayaran atas jasa atau pemberian
ijin tertentu yang diberikan oleh pemerintah daerah untuk kepentingan orang
pribadi atau badan. Contoh : Retribusi Parkir, Retribusi Galian Pasir dan
lain-lain.
Dari beberapa pengertian yang kita
pahami ternyata dapat diambil kesimpulan bahwa terdapat lima unsur pokok dalam
defenisi pajak, yaitu iuran/pungutan, dipungut harus berdasarkan Undang-Undang,
dapat dipaksakan, tidak menerima kontra prestasi secara langsung dan digunakan
untuk membiayai pengeluaran umum pemerintah.
Perlu anda ketahui bahwa pajak
ternyata memiliki beberapa fungsi yang tidak hanya sebagai sumber penerimaan
negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan tetapi dapat
pula berfungsi lain seperti:
- Fungsi Alokasi dimana pajak berfungsi sebagai
sumber penerimaan keuangan negara yang kemudian digunakan untuk
dialokasikan bagi pengeluaran rutin.
- Fungsi regulasi adalah fungsi pajak yang digunakan
sebagai alat untuk mengatur atau mencapai tujuan-tujuan tertentu.
Kalau melihat dari pihak yang
menanggung beban pada dasarnya pajak dapat dikenakan secara langsung maupun
tidak langsung. dengan pengertian sebagai berikut. Pajak Langsung merupakan
pajak yang dibebankan kepada wajib pajak setelah diterbitkannya Surat
Pemberitahuan Pajak (SPT) yang dikenakan secara periodik dalam jangka waktu
tertentu. Contohnya adalah pajak penghasilan (PPh), pajak bumi dan bangunan
(PBB), pajak penerangan jalan, pajak kendaraan bermotor, dan lain sebagainya.
Sedangkan Pajak Tidak Langsung adalah pajak yang dikenakan kepada wajib pajak
hanya pada saat tertentu saja atau ketika terjadi suatu peristiwa kena pajak,
seperti misalnya pajak pertambahan nilai (PPN), pajak bea balik nama kendaraan
bermotor (BBNKB), dan lain-lain.
Ditinjau dari siapa pemungut
pajaknya, maka pajak dapat dibedakan menjadi pajak negara atau pajak pusat dan
pajak daerah. Disebut dengan pajak pusat, bila pajak yang dipungut dilakukan
oleh pemerintah pusat. Contoh pajak pusat adalah PPh, PPN, PPn dan Bea Materai.
Sedangkan pajak daerah, adalah apabila pemungutan pajak dilakukan oleh
pemerintah daerah. Contoh pajak daerah adalah Pajak tontonan, pajak
reklame, PKB (Pajak Kendaraan Bermotor), PBB, Iuran kebersihan, Retribusi
terminal, Retribusi parkir, Retribusi galian pasir dan lain-lain.
Disamping itu kalau kita melihat
jenis pajak menurut sifat-sifatnya maka kita juga dapat membedakan pajak
menjadi berjenis subjektif dan objektif. Pajak dikatakan berjenis subjektif,
bila pajak yang dikenakan memperhatikan kondisi keadaan wajib pajak. Dalam hal
ini penentuan besarnya pajak harus memiliki alasan objektif yang berhubungan
dengan kemampuan membayar wajib pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPh.
Sedangkan pajak berjenis objektif, apabila pajak yang dikenakan didasarkan pada
objek yang dimilikinya tanpa memperhatikan keadaan diri wajib
pajak. Contoh jenis pajak ini adalah PPN, PBB, PPn-BM.
Bagian-bagian pajak yang perlu anda
ketahui sebelum mengenal pajak lebih jauh adalah:
- Subjek Pajak atau Wajib Pajak, adalah orang atau badan
usaha yang menurut undang-undang wajib membayar pajak kepada negara. Dalam
hal ini setiap wajib pajak harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
- Objek Pajak, adalah segala sesuatu yang menurut
Undang-Undang dijadikan dasar atau sasaran pemungutan pajak. Contoh objek
pajak adalah kendaraan, tanah dan atau bangunan.
- Tarif Pajak, adalah dasar pengenaan pajak terhadap
objek pajak yang menjadi tanggungannya. Tarif pajak pada umumnya berupa
persentase (%).
Jenis tarif pajak yang kita kenal
sendiri pada umumnya dibedakan menjadi tarif proporsional, progresif dan
regresif. Tarif Proporsional merupakan tarif pajak yang memiliki persentase
tetap/sama untuk setiap jenis objek pajak. Contoh pajak yang menggunakan tarif
proporsional adalah PPN. Kemudian tarif progresif adalah tarif pajak yang
persentasenya semakin besar jika objek pajak bertambah. Contoh pajak yang
menggunakan tarif progresif adalah PPh. Sedangkan terakhir tarif regresif
merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin rendah jika
objek pajak bertambah.
Pajak Properti
Apa sebenarnya yang dimaksud dengan
properti? Secara umum properti dapat didefinisikan dengan segala sesuatu benda
yang dapat kita miliki. Properti sendiri dapat dikelompokkan menjadi
empat jenis yaitu real property, personal property, businesses property
dan financial interests. Menurut Standar Penilaian Indonesia (SPI)
properti didefinisikan sebagai konsep hukum yang meliputi seluruh kepentingan,
hak dan keuntungan dari suatu kepemilikan. Terhadap pengertian tersebut maka
kita dapat membedakan antara penguasaan fisik atas tanah dan atau bangunan yang
dalam hal ini disebut dengan real estat serta kepemilikan secara hukum atau
penguasaan yuridis yang disebut real property.
Bagi anda yang berkecimpung di dunia
bisnis pasti tidak akan lepas dari masalah perpajakan. Demikian pula dalam
setiap melakukan transaksi jual beli properti tentunya akan mengandung
kewajiban pembayaran pajak. Pajak-pajak tersebut akan dikenakan kepada pembeli
maupun penjual properti.
Mengapa penguasaan fisik dan
penguasaan secara yuridis atas tanah dan atau bangunan perlu dipajaki? Hal ini
tidak terlepas dari fungsi pajak properti sebagai salah satu bagian sumber
penerimaan negara (fungsi bugeter) yang digunakan untuk membiayai pembangunan
dan fungsi regulasi dimana pajak properti digunakan sebagai alat untuk mengatur
perkembangan pasar propeti.
Seperti kegiatan membeli properti
baik yang dilakukan secara perorangan maupun melalui developer atau pengembang
properti, akan mengandung konsekuensi kewajiban yaitu adanya aspek pajak-pajak
yang akan dikenakan pemerintah kepada Anda. Meskipun demikian biasanya pajak
properti telah dimasukkan ke dalam harga jual jika anda membeli properti melalui
developer/pengembang properti. Besarnya pajak sangat tergantung jenis, nilai,
luas dan lokasi properti yang akan ditransaksikan.
Di bawah ini adalah merupakan
jenis-jenis pajak properti yang dibebankan baik kepada pembeli maupun penjual
properti yang akan dibahas dalam buku ini meliputi antara lain:
- PBB (Pajak Bumi dan Bangunan).
PBB merupakan pajak kebendaan yang
melekat pada objeknya yang dipungut setiap tahun dan dikenakan kepada semua
wajib pajak (pemilik properti). Pada awalnya pajak ini merupakan pajak
yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat namun demikian
seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi tertentu. Dalam
perkembangan selanjutnya dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang
PDRD maka mulai tahun 2014 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan
oleh pemerintah daerah.
- BPHTB (Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan).
Bea ini dikenakan terhadap semua
transaksi properti, baik properti baru maupun lama yang dibeli dari developer
atau perorangan. Pajak ini pun status pada awalnya sama dengan PBB yaitu
merupakan pajak yang proses administrasinya dilakukan oleh pemerintah pusat
namun demikian seluruh penerimaannya dibagikan ke daerah dengan proporsi
tertentu, sedangkan dengan diberlakukannya UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang PDRD
maka mulai tahun 2011 seluruh proses pengelolaan pajak ini akan dilakukan oleh
pemerintah daerah.
- PPh (Pajak Penghasilan).
Pajak Penghasilan (PPh) dikenakan
kepada penjual perorangan atau badan.
- PPN (Pajak Pertambahan Nilai).
Pajak ini hanya dikenakan satu kali
pada saat membeli properti baru, baik dari developer maupun perorangan. Jika
membeli properti dari developer, untuk pembayaran dan pelaporan biasanya
dilakukan melalui developer. Tapi jika membeli dari peroarangan, pembayaran
dilakukan sendiri setelah transaksi. Disamping itu pajak ini juga dikenakan
terhadap pembangunan rumah yang dilakukan secara sendiri oleh orang pribadi
atau badan.
- PPnBM (Pajak Penjualan Barang Mewah)
PPnBM hanya dikenakan untuk properti
yang dibeli dari developer dan memenuhi kriteria sebagai barang
mewah. PPnBM tidak berlaku untuk transaksi antar perorangan.
Apabila properti tersebut
ditransaksikan maka pajak nomor 2-3 akan berjalan. Untuk itu anda perlu
memahami skema berikut sebelum melihat detail jenis-jenis pajak tersebut lebih
mendalam. Pembahasan mengenai ke 5 jenis pajak properti tersebut secara lebih
mendetail akan anda temui pada bab-bab setelah ini.
Skema alur pajak transaksi properti
di atas menjelaskan bahwa apabila terjadi transaksi pengalihan tanah, maka bagi
pemilik tanah akan membayar PPh final atas penghasilan dari pengalihan hak atas
tanah dan atau bangunan (Pasal 4 ayat (2)) sebesar 2,5% dan pembeli baik
perorangan atau developer akan membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
(BPHTB) sebesar 5% pula. Apabila kemudian pihak developer mengembangkan tanah
tersebut menjadi:
- Kavling siap bangun dan menjualnya ke konsumen A, maka
konsumen A akan membayar BPHTB sebesar 5% dan PPN sebesar 10%,
- Apartemen/town house dengan kriteria tertentu dan
menjualnya ke konsumen B, maka konsumen B akan membayar BPHTB sebesar 5%,
PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%,
- Perumahan dan menjualnya ke konsumen C, maka konsumen C
akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM 20%(bila
memenuhi kriteria yang dipersyaratkan).
Apabila kemudian konsumen A
membangun bangunan dan masuk kriteria yang dipersyaratkan di atas kavling yang
telah dibelinya dari developer tersebut secara sendiri maka wajib membayar PPN
Kegiatan Membangun Sendiri sebesar 4%. Apabila kemudian konsumen B menyewakan
apartemen/town house yang telah dibelinya dari developer ke konsumen D, maka
konsumen B wajib membayar PPh final Pasal 4 ayat (2) sebesar 10%. Sedangkan
bila B kemudian tidak menyewakannya tapi menjualknya ke konsumen E maka
konsumen E akan membayar BPHTB sebesar 5% dan konsumen B akan membayar PPh
sebesar 2,5%.
Namun demikian apabila kemudian
pihak developer mengembangkan tanah tersebut menjadi perumahan dan masuk pada
kriteria tertentu yang dipersyaratkan, serta kemudian menjualnya pada konsumen
C, maka konsumen C akan membayar BPHTB sebesar 5%, PPN sebesar 10% dan PPnBM
20%.
Belum ada tanggapan untuk "Pajak Properti"
Post a Comment