SURABAYA
– Pengembang properti dituntut
bekerja sama dengan pemerintah untuk mengembangkan kawasan permukiman di daerah
penyangga Surabaya.
Kerja
sama sangat penting karena kemudahan akses, transportasi masal, dan banjir
masih menjadi kendala pengembangan real estate kelas menengah di Sidoarjo dan
Gresik.
Pengamat
tata kota Johan Silas menyatakan, pasar properti kelas menengah di kedua kota
menjadi incaran hampir seluruh pengembang.
Alasannya,
harga properti di Surabaya sudah tinggi.
Para
pekerja usia muda cenderung memilih tinggal di Sidoarjo dan Gresik yang harga
propertinya masih terjangkau.
Wakil
Presiden Direktur Intiland Development Sinarto Dharmawan menuturkan, tingginya
kebutuhan properti harus disikapi pemerintah daerah bersama pengembang.
Misalnya,
dalam menentukan kepadatan hunian dan pembangunan perumahan yang bertumpu pada
sarana transportasi masal.
Setelah
berbagai infrastruktur pendukung terbangun, kawasan itu bisa dilelang kepada
pengembang.
’’Potensi
masyarakat untuk mendapatkan hunian yang murah lantas makin terbuka,’’
jelasnya.
Sinarto
optimistis sektor properti tahun depan mampu bangkit karena ditopang penguatan
harga komoditas seperti kelapa sawit dan batu bara.
’’Belum
lama ini, tren harga batu bara membaik,’’ papar Sinarto.
Karena
itu, Intiland sedang menyiapkan proyek baru. Intiland bahkan berencana masuk ke
sektor yang selama ini belum digarap.
’’Semua
bergantung pada market. Kami akan lihat dulu,’’ tuturnya.
Hingga
Oktober, penjualan Intiland sudah mencapai 80 persen dari target.
Sinarto
mengakui, program amnesti pajak tidak berdampak signifikan pada real estate.
Alasannya,
peserta tax amnesty sudah kehabisan dana untuk membayar tebusan pajak.
Karena
itu, mereka kini tinggal memiliki aset. ’’Sudah tidak punya cash,’’ terangnya. (res/c14/noe/jos/jpnn)
Belum ada tanggapan untuk "Amnesti Pajak tak Berpengaruh Siginifikan pada Real Estate"
Post a Comment