Setleh berhasil melakukan instalasi aplikasi e-Faktur dan sertifikat elektronik berhasil diotentifikasi, proses selanjutnya adalah input Faktur Pajak yang ada ke dalam aplikasi e-Faktur. Input Faktur Pajak dilakukan seperti halnya input Faktur Pajak konvensional, key in dan import file csv.
Untuk PKP yang mempunyai transaksi dalam jumlah banyak dan telah mempunyai sistem penerbitan Faktur Pajak tersendiri, tidak harus menginput data Faktur Pajaknya satu per satu setiap transaksi (key in). Mereka dapat melakukan impor data dari sistem Faktur Pajak-nya ke aplikasi e-Faktur dengan menggunakan skema dan mekanisme impor data melalui aplikasi e-Faktur. Pada tahap entry data ini tidak diperlukan koneksi internet.
Setelah semua data terekam dalam aplikasi e-Faktur, langkah selanjutnya adalah pelaporan e-Faktur dengan cara meng-upload seluruh data Faktur Pajak ke sistem Ditjen Pajak untuk memperoleh persetujuan. Dalam proses persetujuan ini, sistem di Ditjen Pajak akan melakukan pengecekan identitas PKP dan Nomor Seri Faktur Pajak.
Pengecekan Identitas meliputi pengecekan NPWP baik Penerbit Faktur Pajak maupun lawan transaksinya, status PKP dari Penerbit Faktur Pajak (wajib e-Faktur atau tidak dsb). Sedangkan pengecekan nomor seri Faktur Pajak meliputi apakah nomor seri yang tertera didalamnya benar merupakan jatah nomor seri penerbit Faktur Pajak dan apakah tanggal Faktur Pajak tersebut valid berdasarkan sistem DJP.
Setelah e-Faktur memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak, barulah e-Faktur merupakan Faktur Pajak yang sah proses penerbitannya. Dalam hal keterangan yang tercantum pada e-Faktur merupakan keterangan yang tidak sebenarnya atau tidak sesungguhnya, maka e-Faktur tersebut tidak memenuhi kriteria lagi sebagai Faktur Pajak yang sah.
e-Faktur yang tidak memperoleh persetujuan dari Ditjen Pajak, bukan merupakan Faktur Pajak yang sah. Konsekuensinya, Faktur Pajak tersebut tidak dapat digunakan sebagai kredit pajak oleh lawan transaksi.
Mengenai batas waktu upload e-Faktur atau pelaporan e-Faktur ke dalam sistem DJP, sampai saat ini hal tersebut belum diatur. Namun demikian, sesuai dengan proses bisnis perusahaan yang lazim, pembeli akan meminta Faktur Pajak sesegera mungkin. Jadi sebaiknya, segera laporkan Faktur Pajak, setelah direkam.
Pelaporan yang segera juga bermanfaat untuk menghindari adanya transaksi yang lupa tidak dilaporkan atau lupa di-upload ke sistem DJP, yang akan mengakibatkan dikenakannya sanksi perpajakan.
Data atau keterangan yang terapat pada e-Faktur yang telah diberikan persetujuan oleh DJP adalah sama dengan data yang dimiliki oleh DJP. Untuk itu, pastikan keterangan fisik yang ada di cetakan e-Faktur sama dengan data yang ada pada Sistem e-Faktur DJP.
Caranya? Scan QR Code yang ada pada cetakan e-Faktur dengan aplikasi “QR Reader” yang terdapat smartphoneyang compatible. Apabila data yang tampil di layar smartphone Anda sama dengan data yang tertera pada cetakan e-Faktur tersebut, berarti e-Faktur tersebut valid. Sebaliknya, apabila data yang tampil berbeda, dapat dipastikan bahwa e-Faktur tersebut tidak valid dan tidak dapat dijadikan sebagai kredit pajak.
Jadi, segera persiapkan diri Anda untuk menggunakan e-Faktur, demi ketertiban administrasi PPN, karena #PajakMilikBersama.
Belum ada tanggapan untuk "Proses Bisnis Penggunaan e-Faktur"
Post a Comment